Tangsel - Langit di atas wilayah Tangerang Selatan (Tangsel) belakangan ini sulit diprediksi. Dalam sepekan terakhir, fenomena cuaca ekstrem—mulai dari hujan intensitas sedang hingga badai yang disertai petir dan angin kencang—kerap datang tiba-tiba. Di satu sisi, guyuran air dari langit ini membawa "berkah" sesaat bagi hidung warga; aroma tak sedap dari tumpukan sampah di pinggir jalan maupun di TPA Cipeucang setidaknya sedikit teredam oleh aroma tanah basah.
Namun, di balik segarnya udara pasca-hujan, tersimpan ancaman besar yang kini mulai mengintai pemukiman warga.
Ancaman Luapan Air dan Memori Kelam Bukan rahasia lagi jika infrastruktur drainase di beberapa titik krusial Tangsel masih menjadi pekerjaan rumah yang besar. Hujan dengan durasi lama dipastikan akan memicu kenaikan debit air di berbagai situ (danau) dan saluran drainase utama. Jika tidak diantisipasi sejak dini, luapan air ini bukan sekadar menggenangi jalanan, melainkan bisa merangsek masuk ke ruang tamu warga.
Ketakutan terbesar masyarakat bukan hanya soal harta benda yang terendam, melainkan bangkitnya kembali memori kelam masa lalu: Tragedi Situ Gintung. Kejadian memilukan tersebut menjadi pengingat pahit bahwa daya tampung air yang melebihi batas, jika dibarengi dengan kelalaian mitigasi, dapat berujung pada bencana kemanusiaan yang dahsyat. Kita tidak ingin Tangsel kembali menjadi tajuk utama berita karena musibah yang sebenarnya bisa diantisipasi.
Solusi dan Langkah Mitigasi Agar sejarah kelam tidak terulang, diperlukan kolaborasi nyata antara pemerintah kota dan kesadaran kolektif masyarakat. Berikut adalah langkah solutif yang mendesak untuk dilakukan:
Normalisasi Drainase dan Situ secara Masif: Pemerintah melalui dinas terkait harus segera memastikan tidak ada sumbatan sampah pada saluran utama dan melakukan pengerukan sedimen di situ-situ yang sudah mulai dangkal.
Sistem Peringatan Dini (Early Warning System): Pemanfaatan teknologi sensor ketinggian air di titik-titik rawan banjir harus diaktifkan kembali dan terintegrasi langsung ke ponsel warga melalui aplikasi kebencanaan.
Budaya Sadar Lingkungan: Hujan yang membantu mengurangi bau sampah di TPA Cipeucang jangan dijadikan alasan untuk abai. Warga tetap diimbau tidak membuang sampah ke selokan yang menjadi pemicu utama mampetnya aliran air saat hujan badai.
Posko Siaga 24 Jam: Pembentukan satuan tugas di tingkat kecamatan untuk memantau titik-titik rawan genangan secara real-time saat hujan deras melanda.
Warga Tangsel diminta untuk tetap waspada namun tidak panik. Cuaca mungkin tidak bisa dikendalikan, namun kesiapan kita dalam menghadapi kemungkinan terburuk adalah kunci agar musibah masa lalu tetap menjadi sejarah, bukan kejadian berulang.
Analisis Jurnalistik:
Segi Bahasa: Menggunakan diksi yang kuat seperti "Memori Kelam", "Mitigasi Harga Mati", dan "Kesadaran Kolektif".
Penyampaian Solusi: Tidak hanya melaporkan masalah, tapi memberikan poin-poin langkah nyata untuk pemerintah dan warga.
Orisinalitas: Struktur kalimat disusun dengan alur sebab-akibat yang logis sehingga berbeda dari gaya penulisan media daring standar yang seringkali repetitif. (AM2GA)
