DIPERBUDAK ADMINISTRASI, GURU 2025 DINILAI JADI 'ROBOT' PENDIDIKAN : Warga Tuntut Pengembalian Sentuhan Humanis

 


Opini Masyarakat – Peringatan Hari Guru Nasional 2025 memunculkan refleksi mendalam dari masyarakat tentang nasib dan marwah profesi pendidik di era serba digital. Jika dahulu guru dikenal sebagai sosok yang penuh wibawa dan kasih, kini opini publik mengkhawatirkan adanya pergeseran peran, di mana guru hanya menjadi 'robot' yang diprogram untuk memenuhi administrasi dan diremehkan oleh sistem.

Hal ini menjadi sorotan utama. Masyarakat melihat bahwa inovasi teknologi dan tuntutan kurikulum baru sering kali dibayar mahal dengan hilangnya sentuhan humanis dan personal dalam proses belajar-mengajar.

Beban Digital dan Hilangnya Esensi Mendidik

Opini kritis masyarakat tertuju pada masifnya birokrasi digital yang harus dipenuhi oleh guru. Berbagai laporan, pengisian platform, hingga dokumentasi berbasis online dinilai telah menyita waktu esensial yang seharusnya digunakan guru untuk berinteraksi, membimbing karakter, dan memahami masalah psikologis siswa.

OPINI MASYARAKAT TENTANG ROBOTISASI : 

"Guru kami sekarang lebih banyak berhadapan dengan laptop dan deadline data daripada berhadapan langsung dengan anak-anak di kelas. Mereka dipaksa menjadi operator data, bukan pendidik. Ini membuat esensi mendidik hilang, mereka jadi seperti robot yang diprogram sistem," keluh Diana, seorang pengamat pendidikan yang juga berprofesi sebagai orang tua.

Kondisi ini, ditambah dengan rendahnya kesejahteraan di sektor honorer, secara langsung berkontribusi pada pandangan negatif dan aksi meremehkan profesi guru yang masih kerap terjadi di lingkungan sosial maupun struktural.

Solusi Komprehensif : Mengembalikan Marwah dan Otoritas Guru Untuk menjawab keresahan publik dan mengembalikan marwah profesi guru agar tidak lagi diremehkan, diperlukan reformasi kebijakan yang fokus pada de-robotisasi dan pemberdayaan otonomi profesional.

SOLUSI PENGEMBALIAN MARWAH PROFESI GURU (TUNTUTAN PUBLIK) :

1) Revisi Proporsi Beban Kerja : Pemerintah wajib meninjau ulang alokasi waktu kerja guru. Prioritas harus dikembalikan pada interaksi langsung (70%) dan mengurangi beban administrasi online yang repetitif dan tidak esensial (maksimal 30%).

2) Desentralisasi Kurikulum dan Otonomi Kelas : Berikan otoritas penuh kepada guru untuk melakukan adaptasi kurikulum di tingkat kelas, sesuai dengan kebutuhan lokal dan kondisi siswa. Guru harus menjadi arsitek pembelajaran, bukan sekadar pelaksana kebijakan pusat.

3) Peningkatan Kesejahteraan Berbasis Kinerja : Angkat guru honorer yang telah memenuhi syarat menjadi PPPK secara cepat. Selain itu, sistem penggajian harus ditingkatkan dan diikat dengan skema insentif berbasis kinerja pendampingan siswa (bukan kinerja pengisian data) untuk menumbuhkan rasa dihargai dan profesionalisme.

4) Perlindungan Hukum dan Dignitas : Pemerintah dan sekolah harus memastikan adanya mekanisme perlindungan hukum yang kuat bagi guru dari intimidasi atau intervensi yang meremehkan, baik dari orang tua maupun birokrasi. Guru harus diperlakukan sebagai profesional yang berhak atas penghormatan dan kepercayaan penuh.

Hari Guru 2025 harus menjadi titik balik bagi Kementerian Pendidikan untuk tidak hanya merayakan, tetapi juga mendengarkan jeritan hati guru dan tuntutan masyarakat. Tujuannya satu: menciptakan guru yang bermartabat, manusiawi, dan mampu menjadi pemimpin karakter bagi generasi mendatang. (AM2GA)

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال