Tangsel – Pagi yang seharusnya diisi dengan semangat dan kedisiplinan di SDN 01 Kalibaru, Cilincing, Jakarta Utara, seketika berubah menjadi petaka mengerikan. Sebuah mobil boks yang mengangkut logistik program Makanan Bergizi Gratis (MBG) dilaporkan hilang kendali dan menabrak rombongan siswa yang tengah berbaris di halaman sekolah.
Berdasarkan rekaman CCTV yang beredar, insiden tragis ini terjadi tepat pada Kamis, 11 Desember 2025, pukul 07.39 WIB. Saat puluhan siswa sedang berbaris rapi mengikuti kegiatan rutin, mobil putih itu tiba-tiba meluncur kencang ke arah kerumunan, menyebabkan sejumlah siswa dan guru terpental dan tergeletak di lapangan.
Kepanikan masif langsung pecah. Guru dan petugas sekolah berhamburan mengevakuasi korban yang terluka. Dikabarkan, belasan siswa dan beberapa guru menjadi korban. Pihak kepolisian dari Ditlantas Polda Metro Jaya langsung diterjunkan untuk melakukan Olah Tempat Kejadian Perkara (Olah TKP) menggunakan Tim Traffic Accident Analysis (TAA).
Sejumlah sumber menyebutkan bahwa pengemudi yang diamankan kepolisian adalah sopir pengganti. Dugaan awal mengarah pada kelalaian, seperti salah menginjak pedal, namun Kapolda Metro Jaya Irjen Asep Edi Suheri menegaskan bahwa tim penyidik masih mendalami penyebab pasti insiden mematikan tersebut.
Saat ini, posko pelayanan dan trauma healing telah disiagakan untuk membantu pemulihan kondisi psikis siswa. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga menjamin seluruh biaya perawatan dan penanganan korban akan ditanggung penuh.
Tanggapan dan Solusi dari Segi Hukum (LBH Jingga)
Insiden yang melibatkan kendaraan program pemerintah di lingkungan sekolah memicu sorotan tajam, tidak hanya dari aspek keselamatan operasional, tetapi juga dari tanggung jawab hukum.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jingga mendesak kepolisian agar kasus ini tidak hanya dilihat sebagai kecelakaan lalu lintas biasa, tetapi juga sebagai pelanggaran berat terhadap prinsip perlindungan anak.
Menurut LBH Jingga, terdapat dua dimensi pertanggungjawaban hukum yang harus diusut tuntas:
1. Pertanggungjawaban Pidana (Sopir)
Secara pidana, pengemudi mobil boks berpotensi dijerat dengan Pasal 310 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) terkait kelalaian yang mengakibatkan kecelakaan.
"Jika terbukti adanya unsur kelalaian pengemudi yang menyebabkan luka berat atau korban jiwa, maka ancaman hukuman penjara menanti. Kelalaian ini tidak hanya diukur dari aspek teknis mengemudi, tetapi juga keteledoran dalam mematuhi batas aman memasuki zona vital anak-anak," ujar perwakilan LBH Jingga.
2. Pertanggungjawaban Institusional dan Ganti Rugi (Program MBG)
LBH Jingga menekankan bahwa tanggung jawab hukum juga harus dibebankan kepada pihak yang mengoperasikan program MBG, yakni perusahaan penyedia logistik dan pihak penanggung jawab program di Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta.
"Prinsipnya, Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pihak ketiga karena kelalaian pengemudi. Dalam kasus ini, pihak program MBG harus bertanggung jawab penuh (secara perdata) atas seluruh kerugian yang diderita korban, termasuk ganti rugi non-material akibat trauma psikis yang diderita anak-anak," tegas LBH Jingga.
Solusi Hukum Mendesak dari LBH Jingga
LBH Jingga menawarkan solusi konkret untuk mencegah kejadian serupa dan memberikan keadilan bagi korban :
Audit Keselamatan Komprehensif : Pemerintah harus segera memerintahkan audit total terhadap Standar Operasional Prosedur (SOP) distribusi di semua lokasi sekolah. Batasan akses kendaraan berat ke lingkungan sekolah saat kegiatan belajar mengajar berlangsung harus diatur secara ketat, dengan sanksi tegas bagi pelanggar.
Penjaminan Kompensasi Perdata : Selain menanggung biaya medis (yang sudah dijanjikan Pemprov), Pemprov DKI dan perusahaan penyedia harus proaktif menawarkan kompensasi perdata secara adil untuk kerugian non-material (trauma dan psikologis) kepada setiap korban dan keluarga.
Pelibatan Independen : Memastikan proses penyidikan berlangsung transparan dan profesional, serta melibatkan lembaga independen seperti Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) untuk mengawal pemulihan hak-hak korban.
Insiden Cilincing ini menjadi penekanan keras bahwa efisiensi program pemerintah tidak boleh mengesampingkan faktor keselamatan dan nyawa anak-anak di lingkungan sekolah. (AM2GA)
Saat ini, posko pelayanan dan trauma healing telah disiagakan untuk membantu pemulihan kondisi psikis siswa. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga menjamin seluruh biaya perawatan dan penanganan korban akan ditanggung penuh.
