Tangsel – Sejumlah pejabat di lingkungan Pemerintah Kota Tangerang Selatan (Tangsel) diduga terlibat dalam kegiatan pelesiran mewah ke Bandung pada 9–10 Desember 2025, dengan anggaran yang mencapai Rp1,5 miliar. Acara ini, yang diikuti oleh pejabat eselon II dan III, dikemas sebagai "leadership training" dengan banner bertuliskan "Selamat Datang Peserta Tangsel Leadership 2025: Strategic Communication & Management Risk For Public Governance". Namun, di balik kemewahan itu, tersembunyi dugaan modus klasik untuk menghamburkan sisa anggaran akhir tahun, guna menghindari sisa lebih perhitungan anggaran (SilPA) yang tak terpakai.
Peneliti dari Research Public Policy And Human Rights (RIGHTS), Septian Haditama, mengecam keras praktik ini sebagai cerminan pola korupsi terselubung yang telah berlangsung lama di berbagai instansi pemerintah. "Ini bukan sekadar acara biasa; ini modus lama untuk membuang-buang uang rakyat menjelang tutup anggaran. Jika benar anggarannya miliaran rupiah untuk kegiatan yang substansinya minim urgensi, maka ini bukan hanya tidak etis, tapi berpotensi penyalahgunaan anggaran yang serius," kata Septian dalam wawancara eksklusif pada Rabu (10/12/2025). Ia menyoroti kontradiksi ironis: saat masyarakat diminta berhemat dan pemerintah mendorong efisiensi, para pejabat justru menikmati fasilitas mewah yang tak sebanding dengan manfaatnya.
"Ini bentuk ketidakadilan sosial dan abuse of power yang memalukan," tegasnya, sambil mendesak Inspektorat Tangsel dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk segera melakukan audit forensik mendalam. "Audit ini harus menelusuri setiap detail, termasuk apakah acara ini hanyalah kamuflase untuk menghabiskan sisa anggaran. Publik berhak tahu kebenarannya!"
Skandal ini tak berhenti di situ. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jingga mengungkap lapisan kegelapan lain yang lebih dalam: selama dua periode masa jabatan Wali Kota Benyamin, Peraturan Wali Kota (Perwal) atau Surat Keputusan (SK) terkait Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) untuk seluruh pegawai tidak pernah diumumkan atau dibagikan secara transparan kepada karyawan yang bersangkutan.
"Kejadian ini harus diusut tuntas sampai ke akar-akarnya, bukan hanya yang terlihat di permukaan. Kami mendapat informasi kuat bahwa selama dua periode ini, dokumen TPP seluruh pegawai tidak di-share sampai ke tangan karyawannya sendiri.
Ini bertentangan total dengan slogan Kota Tangsel 'CERDAS, MODERN, RELIGIUS' yang seharusnya mencerminkan transparansi dan keadilan," ungkap perwakilan LBH Jingga dengan nada tegas. Ketidaktransparan ini tidak hanya merugikan pegawai yang kehilangan hak mereka, tapi juga menimbulkan dugaan manipulasi internal yang bisa melanggar prinsip good governance.
Hingga saat ini, Wali Kota Tangsel, Benyamin, masih bungkam dan belum mengeluarkan pernyataan resmi apa pun terkait dugaan pemborosan uang rakyat ini, meski program efisiensi anggaran sedang digalakkan. Sikap diam ini semakin memicu krisis kepercayaan publik, dengan spekulasi bahwa ini bagian dari pola ketertutupan yang lebih luas di Pemkot Tangsel.
Solusi Mendesak untuk Memulihkan Transparansi dan Akuntabilitas Untuk mengatasi krisis ini, langkah-langkah konkret harus diambil segera agar Tangsel tidak terus terperosok dalam kubangan korupsi dan ketidakadilan.
Pertama, Inspektorat Tangsel dan BPKP wajib melakukan audit komprehensif tidak hanya pada biaya Rp1,5 miliar di Bandung, tapi juga pada semua dokumen TPP selama dua periode terakhir—dengan hasil audit dipublikasikan secara terbuka untuk memastikan akuntabilitas.
Kedua, Pemkot Tangsel harus segera mengumumkan dan mendistribusikan salinan resmi Perwal/SK TPP kepada seluruh pegawai melalui portal digital yang mudah diakses, sambil memberikan sanksi tegas bagi pejabat yang terbukti menutup-nutupi informasi ini.
Ketiga, implementasikan sistem whistleblower yang independen dan aman, di mana pegawai internal bisa melaporkan dugaan penyalahgunaan tanpa takut reprisal—misalnya, melalui aplikasi anonim yang terintegrasi dengan Ombudsman RI.
Keempat, Wali Kota Benyamin harus segera keluar dari zona nyaman dan membuat pernyataan resmi yang menjanjikan reformasi total, termasuk pemecatan pejabat yang terlibat dan komitmen untuk membangun budaya transparansi yang benar-benar "CERDAS, MODERN, RELIGIUS".
Jika tidak, skandal ini bisa menjadi bom waktu yang meledakkan kredibilitas pemerintah daerah, dan publik berhak menuntut pertanggungjawaban melalui jalur hukum seperti laporan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dengan langkah-langkah ini, Tangsel bisa bangkit dari keterpurukan dan menjadi contoh good governance yang sejati. *MA2GA*

