Tangsel - Menghitung hari menuju pergantian tahun 2026, wajah ritel konvensional di Tangerang Selatan (Tangsel) kian menunjukkan gurat kelelahan. Di tengah dominasi gaya hidup serba online yang kian agresif, eksistensi pusat perbelanjaan fisik kini berada di titik nadir. Pantauan tim jurnalis di lapangan mengonfirmasi fenomena memprihatinkan: banyak mal yang kini hanya sekadar "monumen beton" yang bertahan di tengah badai kebangkrutan.
Salah satu potret nyata anomali ini adalah Pamulang Square. Mal yang pernah menjadi primadona warga ini kini berada dalam fase stagnansi—hidup segan, mati pun enggan.
Anomali Lantai Dasar dan Penyelamat di Lantai Satu Pemandangan di lantai dasar Pamulang Square bagaikan etalase krisis. Deretan rolling door yang tertutup rapat dengan tempelan kertas bertuliskan "Dijual" atau "Disewa" mendominasi sudut-sudut strategis. Meskipun beberapa toko pakaian, gerai ponsel, dan perhiasan emas masih mencoba mengadu nasib, mereka tampak terisolasi di antara kekosongan.
Menariknya, denyut kehidupan mal ini seolah hanya tersentralisasi di Lantai 1. Kehadiran City Garden, sebuah arena bermain anak, menjadi magnet tunggal yang memberikan "napas buatan" bagi operasional mal. Sementara itu, lantai 2 kini lebih banyak diisi oleh aktivitas billiard, menyisakan sisa ruang yang lengang tak berpenghuni.
Gebrakan yang Belum Membuahkan Hasil Upaya manajemen untuk melakukan revitalisasi sebenarnya bukan tanpa langkah. Kolaborasi dengan pedagang UMKM lokal sempat digulirkan sebagai stimulus, namun realitanya langkah tersebut belum mampu menjadi magnet kuat untuk menarik animo warga kembali meramaikan selasar mal. Di bagian belakang, potensi estetika yang menonjolkan pemandangan Danau Pamulang pun tampak belum tergarap secara visioner sebagai daya tarik utama yang mampu bersaing dengan tren "nongkrong" anak muda zaman sekarang.
Fenomena ini bukan sekadar rapor merah bagi Pamulang Square, melainkan sinyal bahaya bagi pusat perbelanjaan lain di penjuru Tangsel yang masih berpaku pada pola pemasaran lama.
Analisis & Solusi: Langkah Strategis Menuju 2026
Agar Pamulang Square dan mal serupa di Tangsel tidak sekadar menjadi sejarah di tahun 2026, diperlukan transformasi radikal yang melampaui sekadar "menyewakan lapak":
Transformasi Menjadi Lifestyle & Experience Center: Manajemen tidak bisa lagi mengandalkan ritel pakaian yang sudah kalah telak oleh marketplace. Ubah ruang kosong menjadi studio komunitas, pusat kursus kreatif, atau coworking space yang memaksa generasi muda untuk datang secara fisik.
Optimalisasi "Waterfront Dining": Area yang menghadap Danau Pamulang adalah aset emas. Manajemen harus merombak area ini menjadi destinasi kuliner outdoor yang Instagrammable dengan pencahayaan dan live music reguler, mengubah mal dari tempat belanja menjadi destinasi rekreasi estetik.
Integrasi Digital "Phygital": Jadikan mal sebagai titik distribusi belanja online (Click & Collect). Fasilitas retur barang dari berbagai platform e-commerce besar dapat menjadi alasan tambahan bagi orang untuk singgah ke mal.
Kurasi Event Berkala yang Unik: Bukan sekadar bazar UMKM biasa, melainkan event tematik seperti kompetisi e-sports, festival budaya hobi, atau bursa kolektor yang memiliki komunitas loyal dan militan. (AM2GA)
